Tugas Softskill Aspek Hukum dalam Ekonomi
Nama : Mutiara Hikmah Hardiyanti
Kelas : 2EB24
NPM : 25212186
BAB
XIV
Penyelesaian
Sengketa Ekonomi
A. Pengertian
Sengketa
Pengertian
sengketa bisnis menurut Maxwell J. Fulton “a commercial disputes is one which
arises during the course of the exchange or transaction process is central to
market economy”. Dalam kamus bahasa Indonesia sengketa adalah pertentangan atau
konflik. Konflik berarti adanya oposisi, atau pertentangan antara kelompok atau
organisasi terhadap satu objek permasalahan.
·
Menurut
Winardi, Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu – individu atau
kelompok – kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas
suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dngan yang
lain.
·
Menurut
Ali Achmad, sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang
berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepemilikan atau hak milik
yang dapat menimbulkan akibat hukum antara keduanya.
Dari pendapat
diatas dapat di simpulkan bahwa Sengketa adalah perilaku pertentangan antara
kedua orang atua lembaga atau lebih yang menimbulkan suatu akibat hukum dan
karenanya dapat diberikan sanksi hukum bagi salah satu diantara keduanya.
Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan kompleks melahirkan berbagai macam bentuk
kerja sama bisnis. mengingat kegiatan bisnis yang semakin meningkat, maka tidak
mungkin dihindari terjadinya sengketa diantara para pihak yang terlibat.
Sengketa muncul dikarenakan berbagai alasan dna masalah yang melatar
belakanginya, terutama karena adanya
conflict of interest diantara para pihak. Sengketa yang timbul diantara
para pihak yang terlibat dalam berbagai macam kegiatan bisnis atau perdagangan
dinamakan sengketa bisnis. Secara rinci sengketa bisnis. Secara rinci sengketa
bisnis dapat berupa sengketa sebagai berikut :
· Sengketa perniagaan.
· Sengketa perbankan.
· Sengketa Keuangan.
· Sengketa Penanaman Modal.
· Sengketa Perindustrian.
· Sengketa HKI.
· Sengketa Konsumen.
· Sengketa Kontrak.
· Sengketa pekerjaan.
· Sengketa perburuhan.
· Sengketa perusahaan.
· Sengketa hak.
· Sengketa property.
· Sengketa Pembangunan konstruksi
B. Cara-Cara
Penyelesaian Sengketa
1. Dari sudut
pandang pembuat keputusan
·
Adjudikatif
: mekanisme penyelesaian yang ditandai dimana kewenangan pengambilan keputusan
pengambilan dilakukan oleh pihak ketiga dalam sengketa diantara para pihak.
·
Konsensual/Kompromi
: cara penyelesaian sengketa secara kooperatif/kompromi untuk mencapai
penyelesaian yang bersifat win-win solution.
·
Quasi
Adjudikatif : merupakan kombinasi antara unsur konsensual dan adjudikatif.
2. Dari sudut pandang prosesnya
· Litigasi : merupakan mekanisme penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan dengan menggunakan pendekatan hukum. Lembaga penyelesaiannya :
·
Pengadilan
Umum
·
Pengadilan
Niaga
· Non Litigasi : merupakan mekanisme penyelesaian sengketa diluar pengadilan dan tidak menggunakan pendekatan hukum formal. Lembaga penyelesaiannya melalui mekanisme:
· Arbitrase : merupakan cara penyelesaian sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasrkan pada perjanjian yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa (pasal 1 angka 1 UU No.30 Tahun 1999).
· Negosiasi : sebuah interaksi sosial saat pihak-pihak yang terlibat berusaha untuk saling menyelesaikan tujuan yang berbeda dan bertentangan untuk mendapatkan solusi dari yang dipertentangkan.
· Mediasi : Negosiasi dengan bantuan pihak ketiga. Dalam mediasi yang memainkan peran utama adalah pihak-pihak yang bertikai. Pihak ketiga (mediator) berperan sebagai pendamping,pemangkin dan penasihat.
· Konsiliasi : Usaha untuk mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan menyelesaikan perselisihan tersebut.
·
Konsultasi
·
Penilaian
Ahli
I. Penyelesaian
Melalui proses Litigasi
a. Pengadilan umum
Pengadilan
Negeri berwenang memeriksa sengketa bisnis, mempunyai karakteristik :
·
Prosesnya
sangat formal.
·
Keputusan
dibuat oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh negara (hakim)
·
Para
pihak tidak terlibat dalam pembuatan keputusan.
·
Sifat
keputusan memaksa dan mengikat (Coercive and binding).
·
Orientasi
ke pada fakta hukum (mencari pihak yang bersalah).
·
Persidangan
bersifat terbuka.
b. Pengadilan niaga
Pengadilan Niaga
adalah pengadilan khusus yang berada di lingkungan pengadilan umum yang
mempunyai kompetensi untuk memeriksa dan memutuskan Permohonan Pernyataan
Pailit dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan sengketa HAKI.
Pengadilan Niaga mempunyai karakteristik sebagai berikut :
·
Prosesnya
sangat formal.
·
Keputusan
dibuat oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh negara (hakim).
·
Para
pihak tidak terlibat dalam pembuatan keputusan.
·
Sifat
keputusan memaksa dan mengikat (coercive and binding).
·
Orientasi
pada fakta hukum (mencari pihak yang salah).
·
Proses
persidangan bersifat terbuka.
·
Waktu
singkat.
II. Penyelesaian
Non_Litigasi
Selain itu
banyak cara menyelesaikan suatu pertikaian diantaranya yaitu dengan Arbitrase,
Negosiasi, Mediasi, dan Konsiliasi. Ketiga cara penyelesaian ini bisa digunakan
agar pertikaian dapat segera teratasi.bermula dari penyelesaian dengan
membicarakan baik – baik diantara kedua pihak yang bertikai, berlanjut bila
pertikaian tidak dapat diselesaikan diantara mereka maka dibutuhkan pihak
ketiga yaitu sebagai mediasi, selanjutnya jika tidak dapat melalui mediasi maka
dibutuhkan pihak yang tegas untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Jika tidak
dapat diselesaikan juga maka membutuhkan badan hukum seperti pengadilan untuk
menyelesaikan masalah tersebut, cara ini bisa disebut dengan Ligitasi. Secara
keseluruhan cara – cara tersebut dapat digunakan sehingga pertikaian dapat
terselesaikan.
C. Negosiasi
Pengertian
Negosiasi :
a. Proses yang melibatkan upaya seseorang untuk
mengubah (atau tak mengubah) sikap dan perilaku orang lain.
b. Proses untuk mencapai kesepakatan yang menyangkut
kepentingan timbal balik dari pihak-pihak tertentu dengan sikap, sudut pandang,
dan kepentingan-kepentingan yang berbeda satu dengan yang lain.
c. Negosiasi adalah suatu bentuk pertemuan antara dua
pihak: pihak kita dan pihal lawan dimana kedua belah pihak bersama-sama mencari
hasil yang baik, demi kepentingan kedua pihak.
Pola Perilaku dalam Negosiasi:
a. Moving against (pushing): menjelaskan, menghakimi,
menantang, tak menyetujui, menunjukkan kelemahan pihak lain.
b. Moving with (pulling): memperhatikan, mengajukan
gagasan, menyetujui, membangkitkan
motivasi, mengembangkan interaksi.
c. Moving away
(with drawing): menghindari konfrontasi, menarik kembali isi pembicaraan,
berdiam diri, tak menanggapi pertanyaan.
d. Not moving
(letting be): mengamati, memperhatikan, memusatkan perhatian pada “here and
now”, mengikuti arus, fleksibel, beradaptasi dengan situasi.
Keterampilan Negosiasi:
1. Mampu
melakukan empati dan mengambil kejadian seperti pihak lain mengamatinya.
2. Mampu menunjukkan faedah dari usulan pihak lain
sehingga pihak-pihak yang terlibat dalam negosiasi bersedia mengubah
pendiriannya.
3. Mampu mengatasi stres dan menyesuaikan diri dengan
situasi yang tak pasti dan tuntutan di luar perhitungan.
4. Mampu mengungkapkan gagasan sedemikian rupa sehingga pihak lain akan memahami sepenuhnya
gagasan yang diajukan.
5. Memahami latar belakang budaya pihak lain dan
berusaha menyesuaikan diri dengan keinginan pihak lain untuk mengurangi
kendala.
Negosiasi dan Hiden Agenda:
Dalam negosiasi
tak tertutup kemungkinan masing-masing pihak memiliki hiden agenda. Hiden
agenda adalah gagasan tersembunyi/ niat terselubung yang tak diungkapkan (tak
eksplisit) tetapi justru hakikatnya merupakan hal yang sesungguhnya ingin
dicapai oleh pihak yang bersangkutan.
Negosiasi dan Gaya Kerja
·
Cara
bernegosiasi yang dilakukan oleh seseorang sangat dipengaruhi oleh gaya
kerjanya. Kesuksesan
bernegosiasi seseorang didukung oleh kecermatannya dalam memahami gaya kerja
dan latar belakang budaya pihak lain.
Fungsi Informasi dan Lobi dalam Negosiasi
· Informasi
memegang peran sangat penting. Pihak yang lebih banyak memiliki informasi
biasanya berada dalam posisi yang lebih menguntungkan. Dampak
dari gagasan yang disepakati dan yang akan ditawarkan sebaiknya dipertimbangkan
lebih dulu.
·
Jika
proses negosiasi terhambat karena adanya hiden agenda dari salah satu/ kedua
pihak, maka lobyingdapat dipilih untuk menggali hiden agenda yang ada sehingga
negosiasi dapat berjalan lagi dengan gagasan yang lebih terbuka.
Teknik Negoisasi
Secara umum
terdapat beberapa cara teknik negoisasi yang dikenal dapat dibagi kedalam:
· Tahap negoisasi kompetitif
· Tahap negoisasi koperatif
· Tahap negoisasi lunak dan keras
· Tahap negoisasi interest based
D. Mediasi
Mediasi adalah
proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak
dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau
memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri utama proses mediasi adalah perundingan
yang esensinya sama dengan proses musyawarah atau konsensus. Sesuai dengan
hakikat perundingan atau musyawarah atau konsensus, maka tidak boleh ada
paksaan untuk menerima atau menolak sesuatu gagasan atau penyelesaian selama
proses mediasi berlangsung. Segala sesuatunya harus memperoleh persetujuan dari
para pihak.
Prosedur Untuk Mediasi
·
Setelah
perkara dinomori, dan telah ditunjuk majelis hakim oleh ketua, kemudian majelis
hakim membuat penetapan untuk mediator supaya dilaksanakan mediasi.
·
Setelah
pihak-pihak hadir, majelis menyerahkan penetapan mediasi kepada mediator
berikut pihak-pihak yang berperkara tersebut.
·
Selanjutnya
mediator menyarankan kepada pihak-pihak yang berperkara supaya perkara ini
diakhiri dengan jalan damai dengan berusaha mengurangi kerugian masing-masing
pihak yang berperkara.
·
Mediator
bertugas selama 21 hari kalender, berhasil perdamaian atau tidak pada hari ke
22 harus menyerahkan kembali kepada majelis yang memberikan penetapan. Jika
terdapat perdamaian, penetapan perdamaian tetap dibuat oleh majelis.
Mediator adalah
pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari
berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau
memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri-ciri penting dari mediator adalah :
·
Netral
·
Membantu
para pihak
·
Tanpa
menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian
Jadi, peran
mediator hanyalah membantu para pihak dengan cara tidak memutus atau memaksakan
pandangan atau penilaiannya atas masalah-masalah selama proses mediasi
berlangsung kepada para pihak. Tugas Mediator yaitu :
· Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi kepada para pihakuntuk dibahas dan disepakati.
· Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan dalam proses mediasi.
· Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus atau pertemuan terpisah selama proses mediasi berlangsung.
· Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak.
Demi kenyamanan
para pihak dalam menempuh proses mediasi, mereka berhak untuk memilih mediator
yang akan membantu menyelesaikan sengketa.
· Untuk memudahkan para pihak memilih mediator, Ketua Pengadilan menyediakan daftar mediator yang sekurang-kurangnya memuat 5(lima) nama dan disertai dengan latar belakang pendidikan atau pengalaman dari para mediator.
· Ketua Pengadilan menempatkan nama-nama hakim yang telah memiliki sertifikat dalam daftar mediator.
· Jika dalam wilayah pengadilan yang bersangkutan tidak ada hakim dan bukan hakim yang bersertifikat, semua hakim pada pengadilanyang bersangkutan dapat ditempatkan dalam daftar mediator.
· Kalangan bukan hakim yang bersertifikat dapat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan agar namanya ditempatkan dalam daftar mediator pada pengadilan yang bersangkutan.
· Setelah memeriksa dan memastikan keabsahan sertifikat, Ketua Pengadilan menempatkan nama pemohon dalam daftar mediator.
· Ketua Pengadilan setiap tahun mengevaluasi dan memperbarui daftar mediator.
· Ketua Pengadilan berwenang mengeluarkan nama mediator dari daftar mediator berdasarkan alasan-alasan objektif, antara lain karena mutasi tugas, berhalangan tetap, ketidakaktifan setelah penugasan dan pelanggaran atas pedoman perilaku.
Honorarium Mediator
·
Penggunaan
jasa mediator hakim tidak dipungut biaya.
·
Uang
jasa mediator bukan Hakim ditanggung bersama oleh para pihak berdasarkan
kesepakatan para pihak.
E. Arbitrase
Istilah
arbitrase berasal dari kata “Arbitrare” (bahasa Latin) yang berarti “kekuasaan
untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan”.
· Asas kesepakatan, artinya kesepakatan para pihak untuk menunjuk seorang atau beberapa oramg arbiter.
· Asas musyawarah, yaitu setiap perselisihan diupayakan untuk diselesaikan secara musyawarah, baik antara arbiter dengan para pihak maupun antara arbiter itu sendiri;
· Asas limitatif, artinya adanya pembatasan dalam penyelesaian perselisihan melalui arbirase, yaiu terbatas pada perselisihan-perselisihan di bidang perdagangan dan hak-hak yang dikuasai sepenuhnya oleh para pihak;
· Asa final and binding, yaitu suatu putusan arbitrase bersifat puutusan akhir dan mengikat yang tidak dapat dilanjutkan dengan upaya hukum lain, seperi banding atau kasasi. Asas ini pada prinsipnya sudah disepakati oleh para pihak dalam klausa atau perjanjian arbitrase.
Sehubungan
dengan asas-asas tersebut, tujuan arbitrase itu sendiri adalah untuk
menyelesaikan perselisihan dalam bidang perdagangan dan hak dikuasai sepenuhnya
oleh para pihak, dengan mengeluarkan suatu putusan yang cepat dan adil,Tanpa
adanya formalitas atau prosedur yang berbelit-belit yang dapat yang menghambat
penyelisihan perselisihan. Selain itu Pengertian arbitrase juga termuat dalam
pasal 1 angka 8 Undang Undang Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa
Nomor 30 tahun 1999: “Lembaga Arbitrase
adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan
putusan mengenai sengketa tertentu, lembaga tersebut juga dapat memberikan
pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum
timbul sengketa.”
Dalam Pasal 5
Undang-undang No.30 tahun 1999 disebutkan bahwa: ”Sengketa yang dapat
diselesaikan melalui arbitrase hanyalah sengketa di bidang perdagangan dan hak
yang menurut hukum makalahadedidiikirawandan peraturan perundang-undangan
dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.” Dengan demikian arbitrase
tidak dapat diterapkan untuk masalah-masalah dalam lingkup hukum keluarga.
Arbitase hanya dapat diterapkan untuk masalah-masalah perniagaan. Bagi
pengusaha, arbitrase merupakan pilihan yang paling menarik guna menyelesaikan
sengketa sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka.
Dalam banyak
perjanjian perdata, klausula arbitase banyak digunakan sebagai pilihan
penyelesaian sengketa. Pendapat hukum yang diberikan lembaga arbitrase bersifat
mengikat (binding) oleh karena pendapat yang diberikan tersebut
makalahadedidiikirawanakan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
perjanjian pokok (yang dimintakan pendapatnya pada lembaga arbitrase tersebut).
Setiap pendapat yang berlawanan terhadap pendapat hukum yang diberikan tersebut
berarti pelanggaran terhadap perjanjian (breach of contract - wanprestasi).
Oleh karena itu tidak dapat dilakukan perlawanan dalam bentuk upaya hukum
apapun. Putusan Arbitrase bersifat mandiri, final dan mengikat (seperti putusan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap) sehingga ketua pengadilan tidak diperkenankan
memeriksa alasan atau pertimbangan dari putusan arbitrase nasional tersebut.
Menurut Pasal 1
angka 1 Undang Undang Nomor 30 tahun 1999 Arbitrase adalah cara penyelesaian
suatu sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan pada Perjanjian
Arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
Pada dasarnya arbitrase dapat berwujud dalam 2 (dua)
bentuk, yaitu:
· Klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa (Factum de compromitendo); atau
· Suatu perjanjian Arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa (Akta Kompromis).
Sebelum
undang-undang Arbitrase berlaku,
ketentuan mengenai arbitrase diatur dalampasal 615 s/d 651 Reglemen Acara
Perdata (Rv). Selain itu, pada penjelasanpasal 3 ayat(1) Undang-Undang No.14
Tahun 1970 tentang makalahadedidiikirawanPokok-PokokKekuasaan Kehakiman
menyebutkan bahwa penyelesaian perkara di luarPengadilan atas dasar perdamaian
atau melalui wasit (arbitrase) tetap diperbolehkan.
Dalam dunia bisnis,banya
pertimbangan yang melandasi para pelaku bisnis untuk memilih arbitrase sebagai
upaya penyelesaian perselisihan yang akan atau yang dihadapi.Namun
demikian,kadangkala pertimbangan mereka berbeda,baik ditinjau dari segi
teoritis maupun segi empiris atau kenyataan dilapangan.
Objek perjanjian
arbitrase (sengketa yang akan diselesaikan di luar pengadilan melalui lembaga
arbitrase dan atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa lainnya) menurut
Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 (“UU Arbitrase”) hanyalah
sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yangmakalahadedidiikirawan
menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak
yang bersengketa.
Adapun kegiatan
dalam bidang perdagangan itu antara lain: perniagaan, perbankan, keuangan,
penanaman modal, industri dan hak milik intelektual. Sementara itu Pasal 5 (2)
UU Arbitrase memberikan perumusan negatif bahwa
sengketa-sengketamakalahadedidiikirawan yang dianggap tidak dapat diselesaikan
melalui arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan
tidak dapat diadakan perdamaian sebagaimana diatur dalam KUH Perdata Buku III
bab kedelapan belas Pasal 1851 s/d 1854.
Arbitrase dapat
berupa arbitrase sementara (ad-hoc) maupun arbitrase melalui badan permanen
(institusi). Arbitrase Ad-hoc dilaksanakan berdasarkan aturan-aturan yang
sengaja dibentuk untuk tujuan arbitrase, misalnya UU No.30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa atau UNCITRAL Arbitarion Rules.
Pada umumnya arbitrase ad-hoc direntukan berdasarkan perjanjian yang
menyebutkan penunjukan majelis arbitrase serta prosedur pelaksanaan yang
disepakati oleh para pihak. Penggunaan arbitrase Ad-hoc perlu disebutkan dalam
sebuah klausul arbitrase.
Arbitrase
institusi adalah suatu lembaga permanen yang dikelola oleh berbagai badan
arbitrase berdasarkan aturan-aturan yang mereka tentukan sendiri. Saat ini
dikenal berbagai aturan arbitrase yang dikeluarkan oleh badan-badan arbitrase
seperti Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), atau yang internasional
seperti The Rules of Arbitration dari The International Chamber of Commerce
(ICC) di Paris, The Arbitration Rules dari The International Centre for
Settlement of Investment Disputes (ICSID) di Washington. Badan-badan tersebut
mempunyai peraturan dan sistem arbitrase sendiri-sendiri.
BANI (Badan
Arbitrase Nasional Indonesia) memberi standar klausul arbitrase sebagai
berikut:"Semua sengketa yang timbul dari perjanjian ini, akan diselesaikan
dan diputus oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menurut
peraturan-peraturan prosedur arbitrase BANI,yang keputusannya mengikat kedua
belah pihak yang bersengketa,sebagai keputusan dalam tingkat pertama dan
terakhir".
Standar klausul arbitrase
UNCITRAL (United Nation Comission ofInternational Trade Law) adalah sebagai
berikut: "Setiap sengketa, pertentangan atau tuntutan yang terjadi atau
sehubungan dengan perjanjian ini, atau wan prestasi, pengakhiran atau sah
tidaknya perjanjian akan diselesaikan melalui arbitrase sesuai dengan
aturan-aturan UNCITRAL.”
Menurut Priyatna
Abdurrasyid, Ketua BANI, yang diperiksa pertama kali adalah klausul arbitrase.
Artinya ada atau tidaknya, sah atau tidaknya klausul arbitrase, akan menentukan
apakah suatu sengketa akan diselesaikan lewat jalur arbitrase. Priyatna
menjelaskan bahwa bisa saja klausul atau perjanjian arbitrase dibuat setelah
sengketa timbul.
Keunggulan
arbitrase dapat disimpulkan melalui Penjelasan Umum Undang Undang Nomor 30
tahun 1999 dapat terbaca beberapa keunggulan penyelesaian sengketa melalui
arbitrase dibandingkan dengan pranata peradilan.
Keunggulan itu adalah :
· Kerahasiaan sengketa para pihak terjamin ;
· Keterlambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan administratif dapat dihindari ;
· Para pihak dapat memilih arbiter yang berpengalaman, memiliki makalahadedidiikirawanlatar belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan, serta jujur dan adil ;
· Para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk penyelesaian masalahnya ;
· Para pihak dapat memilih tempat penyelenggaraan arbitrase ;
· Putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak melalui prosedur sederhana ataupun dapat langsung dilaksanakan.
Disamping keunggulan
arbitrase seperti tersebut diatas, arbitrase juga memiliki kelemahan arbitrase.
Dari praktek yang berjalan di Indonesia, kelemahan arbitrase adalah masih
sulitnya upaya eksekusi dari suatu putusan arbitrase, padahal pengaturan untuk
eksekusi putusan arbitrase nasional maupun internasional sudah cukup jelas.
F. Perbandingan Antara Perundingan,Arbitrasi dan
Ligitasi
Penyelesaian
Sengketa Ekonomi
Proses
|
Perundingan
|
Arbitrase
|
Litigasi
|
Yang mengatur
|
Para pihak
|
Arbiter
|
Hakim
|
Prosedur
|
Informal
|
Agak formal sesuai dengan rule
|
Sangat formal dan teknis
|
Jangka waktu
|
Segera (3-6 minggu)
|
Agak cepat (3-6 bulan)
|
Lama (2 tahun lebih)
|
Biaya
|
Murah (low
cost)
|
Terkadang sangat mahal
|
Sangat mahal (expensive)
|
Aturan pembuktian
|
Tidak perlu
|
Agak informal
|
Sangat formal dan teknis
|
Publikasi
|
Konfidensial
|
Konfidensial
|
Terbuka untuk umum
|
Hubungan para pihak
|
Kooperatif
|
Antagonis
|
Antagonis
|
Fokus penyelesaian
|
For the future
|
Masa lalu (the
past)
|
Masa lalu (the
past)
|
Metode negoisasi
|
Kompromis
|
Sama keras pada prinsip hukum
|
Sama keras pada prinsip hukum
|
Komunikasi
|
Memperbaiki yang sudah lalu
|
Jalan buntu (blocked)
|
Jalan buntu (blocked)
|
Result
|
Win-win
|
Win-lose
|
Win-lose
|
Pemenuhan
|
Sukarela
|
Selalu ditolak dan mengajukan oposisi
|
Ditolak dan mencari dalih
|
Suasana emosional
|
Bebas emosi
|
Emosional
|
Emosi bergejolak
|
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar