Tugas Softskill Aspek Hukum dalam Ekonomi
Nama : Mutiara Hikmah Hardiyanti
Kelas : 2EB24
NPM : 25212186
BAB
III
Hukum
Perdata
A. Hukum Perdata Yang Berlaku Di Indonesia
Yang dimaksud dengan hukum perdata
Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia.
Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat (Belanda)
yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya
berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat
dengan BW. Sebagian materi BW sudah dicabut berlakunya dan sudah diganti dengan
Undang-Undang RI, misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, dan UU
Kepailitan.
Kodifikasi KUH Perdata Indonesia
diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku
Januari 1848.
Setelah Indonesia Merdeka,
berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945, KUH
Perdata Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan
Undang-Undang baru berdasarkan Undang–Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda
merupakan induk hukum perdata Indonesia.
B. Sejarah Singkat Hukum Perdata
Hukum perdata Belanda berasal dari
hukum perdata Perancis yaitu yang disusun berdasarkan hukum Romawi 'Corpus
Juris Civilis'yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna.
Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut
(hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai
Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang
masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari
Perancis (1813)
Pada Tahun 1814 Belanda mulai
menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda,
berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh J.M. Kemper disebut
Ontwerp Kemper. Namun, sayangnya Kemper meninggal dunia pada 1824 sebelum
menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh Nicolai yang menjabat sebagai Ketua
Pengadilan Tinggi Belgia.
Keinginan Belanda tersebut
terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang
baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi
pemberontakan di Belgia yaitu :
BW
[atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda).
WvK
[atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang]
Menurut
J. Van Kan, kodifikasi BW merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan
yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.
C. Pengertian Dan Keadaan Hukum Di Indonesia
Pengertian dan Keadaan Hukum Perdata
di Indonesia. Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antara
perorangan didalam masyarakat. Perkataan hukum perdata dalam arti luas meliputi
semua hukum privat materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari hukum
pidana. Hukum privat materiil juga dikatakan sebagai Hukum Sipil, tapi karena
perkataan sipil juga digunakan sebagai lawan dari militer maka yang lebih umum
digunakan nama Hukum Perdata saja, untuk segenap peraturan hukum privat
materiil (Hukum Perdata Materiil).
Pengertian dari Hukum Privat adalah
hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antar perseorangan di
dalam masyarakat dan kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan.
Dalam arti bahawa didalamnya terkandung hak dan kewajiban seseorang dengan
sesuatu pihak secara timbal balik dalam hubungannya terhadap orang lain didalam
suatu masyarakat tertentu.
Disamping Hukum Privat Materiil,
juga dikenal Hukum Perdata Formil yang sekarang lebih dikenal dengan HAP (Hukum
Acara Perdata) atau proses perdata yang artinya hukum yang memuat segala
peraturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek dilingkungan
pengadilan perdata. Didalam pengertian sempit kadang-kadang hukum perdata ini
digunakan sebagai hukum dagang.
Keadaan Hukum Perdata Di Indonesia
Keadaan
hukum perdata di indonesia dapat dikatakan masih bersifat majemuk yaitu masih
beraneka warna. Penyebab dari keanekaragaman ini ada dua faktor, yaitu:
· Faktor Ethnis disebabkan keanekaragaman Hukum Adat bangsa Indonesia, karena negara kita terdiri dari berbagai suku bangsa.
· Faktor Hostia Yuridis yang dapat kita lihat pada pasal 163.I.S yang membagi penduduk indonesia dalam tiga golongan, yaitu :
a. Golongan Eropa dan yang
dipersamakan.
b. Golongan Bumi Putera (pribumi atau bangsa asli Indonesia) dan yang dipersamakan.
b. Golongan Bumi Putera (pribumi atau bangsa asli Indonesia) dan yang dipersamakan.
c. Golongan Timur Asing
(bangsa Cina, India, Arab).
Dan
pasal 131.I.S yaitu mengatur hukum-hukum yang diberlakukan bagi masing-masing
golongan yang tersebut dalam pasal diatas. Hukum yang diberlakukan bagi
masing-masing golongan, yaitu :
Bagi golongan Eropa dan yang dipersamakan berlaku hukum perdata dan hukum dagang barat yang diselaraskan dengan hukum perdata dan hukum dagang di negeri Belanda berdasarkan azas konkordansi.
- Bagi golongan Bumi Putera dan yang
dipersamakan berlaku hukum adat mereka. Yaitu hukum yang sejak dahulu berlaku
dikalangan rakyat, dimana sebagian besar dari hukum adat tersebut belum
tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat.
- Bagi golongan timur asing juga berlaku
hukum masing-masing, dengan catatan bahwa golongan Bumi Putera dan Timur Asing
siperbolehkan untuk menundukkan diri kepada Hukum Eropa Barat baik secara
keseluruhan maupun untuk beberapa macam tindakan hukum tertentu saja.
Untuk memahami keadaan hukum perdata
di Indonesia kita perlu mengetahui riwayat politik pemerintah Hindia-Belanda
terlebih dahulu terhadap hukum di Indonesia. Pedoman politik bagi pemerintah
hindia belanda terhadap hukum di indonesia ditulis dalam pasal 131 (I.S) yang
sebelumnya pasal 131 (I.S) yaitu pasal 75 JJR yang pokok-pokoknya sebagai
berikut :
Hukum perdata dan dagang (begitu
pula Hukum Pidana beserta Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana harus
diletakkan dalam kitab undang-undang yaitu kodifikasi).
Untuk Golongan bangsa Eropa harus
dianut perundang-undangan yang berlaku di negeri Belanda (sesuai azas
konkordansi). Untuk golongan bangsa Indonesia Asli dan Timur Asing, jika
ternyata bahwa kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya, dapatlah
peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku bagi mereka.
Orang Indonesia Asli dan Timur Asing,
sepanjang mereka belum ditundukkan dibawah suatu peraturan bersama dengan
bangsa Eropa, diperbolehkan menundukkan diri pada hukum yang berlaku untuk
bangsa Eropa. Penundukan ini boleh dilakukan baik secara umum maupun secara
hanya mengenai suatu perbuatan tertentu saja.
Sebelumnya hukum untuk bangsa
Indonesia ditulis didalam Undang-Undang, maka bagi mereka itu akan tetap
berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu Hukum Adat.
Disamping itu ada
peraturan-peraturan yang secara khusus dibuat untuk bangsa Indonesia, seperti :
- Ordonansi perkawinan bangsa Indonesia kristen (Staatsblad 1993 No.74)
- Organisasi tentang Maskapai Andil Indonesia (IMA) Staatsblad 1939 No.570 berhubungan dengan No.717.
- Undang-Undang hak pengarang
- Peraturan umum tentang koperasi
- Ordonansi Woeker
- Ordonansi tentang pengangkutan di udara
D. Sistematika Hukum Di Indonesia
Hukum adalah sekumpulan peraturan
yang berisi perintah dan larangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang
sehingga dapat dipaksakan pemberlakuannya berfungsi untuk mengatur masyarakat
demi terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya.
Salah satu bidang hukum yang
mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara
subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai
lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan
dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata
negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha
negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara
penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang,
perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan
tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Ada beberapa sistem hukum yang
berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum tersebut juga memengaruhi bidang
hukum perdata, antara lain sistem hukum Anglo-Saxon (yaitu sistem hukum yang
berlaku di Kerajaan Inggris Raya dan negara-negara persemakmuran atau
negara-negara yang terpengaruh oleh Inggris, misalnya Amerika Serikat), sistem
hukum Eropa kontinental, sistem hukum komunis, sistem hukum Islam dan
sistem-sistem hukum lainnya. Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum
perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan.
Bahkan Kitab Undang-undang Hukum
Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah
terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan
BW)yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah
jajahan Belanda) berdasarkan azas konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu
masih bernama Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda
sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa
penyesuaian.
Sistematika Hukum Perdata itu ada
2, yaitu sebagai berikut:
· Menurut Ilmu Hukum/Ilmu Pengetahuan
· Menurut Ilmu Hukum/Ilmu Pengetahuan
· Menurut Undang-Undang/Hukum Perdata
Sistematika Menurt Ilmu Hukum/Ilmu
Pengetahuan terdiri dari:
· Hukum tentang orang/hukum perorangan/badan pribadi (personen recht)
· Hukum tentang keluarga/hukum keluarga (Familie Recht)
· Hukum tentang harta kekyaan/hukum harta kekayaan/hukum harta benda (vermogen recht)
· Hukum waris/erfrecht
Sistematika hukum perdata menurut
kitab Undang-Undang hukum perdata
· Buku I tentang orang/van personen
· Buku II tentang benda/van zaken
· Buku III tentang perikatan/van verbintenisen
· Buku IV tentang pembuktian dan daluarsa/van bewijs en verjaring
Apabila
kita gabungkan sistematika menurut ilmu pengetahuan ke dalam sistematika
menurut KUHPerdata maka:
· Hukum perorangan termasuk Buku I
· Hukum keluarga termasuk Buku I
· Hukum harta kekayaan termasuk buku II sepanjang yang bersifat absolute dan termasuk Buku III sepanjang yang bersifat relative
· Hukum
waris termasuk Buku II karena Buku II mengatur tentang benda sedangkan hokum
waris juga mengatur benda dari pewaris/orang yang sudah meninggal karena
pewarisan merupakan salah satu cara untuk memperoleh hak milik yang diatur
dalam pasa 584 KUHperdata (terdapat dalam Buku II) yang menyatakan sebagai
berikut :
“Hak milik atas sesuatu kebendaan tak dapat
diperoleh dengan cara lain, melainkan dengan pemilikan, karena perlekatan,
karena daluarsa, karena pewarisan, baik menurut undang-undang maupun menurut
surat wasiat, dank arena penunjukan atau penyerahan, berdasar atas suatu
peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang yang
berhak berbuat bebas terhadap kebendaan itu.
E. Hapusnya Perikatan
Meskipun
suatu perjanjian di harapkandapat trlaksana sebagaimana kehendak awal para
pihak. namun sebuah perjanjian terkadang di hadapakna dengan one prestasi atau
kelalaian salah satu pihak dalam melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya.
berikut dikemukakan berbagi hal apa sajakah yang dapat mengakibatkan hapusnya
perikatan pasal 1381 KUH.Pdt. menyebutkan sepuluh cara hapusnya suatu perikatan,ialah :
1.
Pembayaran, pembayaran yang dimaksud oleh undang-undang dengan perkataan
“pembayaran” ialah pelaksanaan atau pemenuhan tiap perjanjian secara suka rela,
artinya tidak dengan paksaan atau eksekusi.
2.
Penawaran pembayaran tunai disertai dengan penitipan (consignatie), ialah
bilamana pihak kreditur tidak bersedia menerima pembayaran, hal ini tentunya
akan menimbulkan kesukaran, seperti pembayaran bunga. Keadaan seperti di atas
mempunyai carauntuk mengatasinya yaitu dengan menawarkan secara resmi
(perantaraan seorang notaries atau seorang jurusita pengadilan), barang atau
uang.
3.
Pembaharuan utang, yang dimaksud dengan pembaharuan utang ialah suatu pembuatan
perjanjian baru yang menghapuskan suatu perikatan lama sambil meletakkan suatu
perjanjian baru.
4.
Perjumpaan hutang (compensasi), ialah jika seorang yang berhutang, mempunyai
suatu pihutang, pada siberpihutang, sehingga dua orang itu sama-sama berhak
untuk menagih pihutang satu kepada yang lainnya, maka hutang pihutang antara
kedua orang itu dapat diperhitungkan untuk suatu jumlah yang sama.
5.
Percampuran hutang, ialah ini terjadi misalnya, jika siberpihutang kawin dalam
percampuran kekayaan. Siberpihutang atau jika siberpihutang menggantikan
hak-hak siberpihutang karena menjadi warisnya ataupun sebaliknya.
6.
Pembebasan hutang, ini suatu perjanjian baru dimana siberpihutang dengan suka
rela membebaskan siberhutang dari segala kewajibannya, kalau pembebasan itu
diterima baik oleh siberhutang.
7.
Musnahnya benda yang berutang, menurut pasal 1444 KUH.Pdt. jika suatu barang
tertentu yang dimaksud musnah/hapus dan atau karena suatu larangan yang
dikeluarkan oleh pemerintah, tidak boleh diperdagangkan atau hilang hingga
tidak terang keberadaannya, maka perikatan menjadi hapus, asal saja
hapus/musnahnya barang itu sama sekali diluar kesalahan siberhutang dan
sebelumnya ia lalai menyerahkan.
Meskipun
ia lalai menyerahkan barang itu, iapun akan bebas dari perikatan apabila ia
dapat membuktikan bahwa hapusnya barang itu disebabkan oleh suatu kejadian
diluar kekuasaanya.
8.
Pembatalan perjanjian, perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh orang-orang yang
menurut undang-undang tidak cakap untuk bertindak sendiri, begitu pula yang
dibuat karena paksaan, kehilapan atau penipuan ataupun mempunyai sebab yang
bertentangan dengan unang-undang, kesusilaan atau ketertiban umum dapat
dibatalkan. Pembatalan ini pada umumnya berakibat, bahwa keadaan antara dua
pihak dikembalikan seperti pada waktu perjanjian belum dibuat.
9.
Berlakunya syarat batal, berlakunya suatu syarat batal, telah dibicarakan waktu
membahas perikatan bersyarat. Hal ini yang perlu diingatkan lagi ialah bahwa
dalam hukum perjanjian pada asasnya suatu syarat batal selamnya berlaku surut
hingga lahirya perjanjian.
10.
Lewat waktu/daluwarsa, perihal lewat waktu/daluwarsa secara khusus akan dibahas
dalam buku IV KUH.Pdt.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.scribd.com/doc/17222337/Hukum-Perdata
http://id.scribd.com/doc/17222337/Hukum-Perdata
Tidak ada komentar:
Posting Komentar